aq buat isi tentang ini, karena ne merupakan sebagian dari begitu byk tugas dari yg kujalani selama ne, nah berhubug aq lgi rajin, aq masukin bahan tugasku ne, buat nambah2 info aja....hhheh....moga bermanfaat.....
ANAK BERKESULITAN BELAJAR
(LEARNING DISABILITY)
A. Definisi
Anak berkesulitan belajar (learning diabilities), yaitu anak yang memiliki kesulitan belajar dalam proses psikologis dasar, sehingga menunjukkan hambatan dalam belajar berbicara, mendengarkan, menulis, membaca, dan berhitung, sedangkan mereka ini memiliki potensi kecerdasan yang baik tapi berprestasi rendah, yang bukan disebabkan oleh tunanetra, tunarungu, terbelakang mental, gangguan emosional, gangguan ekonomi, sosial atau budaya. Istilah Learning Diability pertama sekali dikemukakan oleh Dr.Samuel Kirk (1963).
Banyak istilah untuk merujuk anak yang mengalami kesulitan belajar yaitu attention deficit disolder, clumsy child syndrome, perceptual handicap (gangguan persepsi), brain injury (kerusakan otak), minimal brain dysfunction (disfungsiminimal otak), dyslexia, dyslogic syndrome, learning disorder, education handicap, mild handicap, neurological impairment, hyperactivity, hyperkinesis.
B. Faktor yang Menimbulkan Kesulitan Belajar
Hirarki penyebab kesulitan belajar.
I. Bawaan lahir
Penyebab asal
Diperoleh
II. Kerusakan otak
Ketidak imbangan kimiawi
Hambatan emosional
Kesenjangan kematangan
Kemiskinan pengalaman
III. Ketidak berfungsian dalam :
Persepsi
Pembentukan konsep
Memori
Proses lain
IV. Keragaman gaya belajar
Fisiologis : Psikologis :
Visual Auditif
Kinesterik Auditif/ visual
Verbal Performance
Bahasa Non Bahasa
Aktif Lemah
Kooperatif Menghindar
Kombinasi berbagai gaya.
C. Karakteristik Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar
v Hyperactivity (hiperaktif)
Misalnya: anak tidak dapat duduk dengan tenang dalam waktu yang relative lama, gelisah dan terlalu aktif.
v Perceptual problems (gangguan persepsi)
Keadaan ini meliputi gangguan kesadaran terhadap obyek-obyek, hubungan antara obyek-obyek, serta gangguan dalam menginterpretasikan stimulus sensori. Misalnya: ketidakmampuan menyalin pelajaran dari papan tullis. Ketidakmampuan mengenali dan membedakan bentuk-bentuk geometris, seperti bentuk lingkaran dan segitiga.
· Visual perception problems
Problem-problem yang timbul karena ketidakmampuan mempersepsi stimulus yang diterima oleh indra penglihatan (stimulus yang bersifat visual).
Tidak mampu melihat stimulus visual sebagai suatu pola yang terpadu, tetapi dilihat sebagai bagian-bagian yang terpisah. Contoh: A sebagai 2 garis lurus yang terpisah.
Tidak mampu membedakan antara figure dengan ground. Misalnya: tidak dapat memfokuskan perhatian pada huruf atau kata-kata yang ada dilembaran buku.
Tidak dapat membedakan kata-kata, seperti sit dengan seat.
Tidak dapat membedakan huruf-huruf yang terbalik cara penulisannya, seperti: W dengan M, d dengan b, p dengan q, dan seterusnya.
v Auditory and Haptic perseption problems
Problem persepsi yang berhubungan dengan stimulus yang bersifat pendengaran (suara) dan persepsi yang berhubungan dengan sentuhan serta keseimbangan dan gerakan tubuh.
Terdiri atas:
· Auditory discrimination (perbedaan suara)
Misalnya: tidak dapat membedakan suku kata (silabel) atau kata-kata tertentu. Tidak dapat membedakan bunyi bel pintu dengan suara yang lain.
· Auditory Blanding (menggabungkan bunyi kata)
Misalnya: tidak dapat menggabungkan bunyi kata (fonem). Contoh: ber+diri = berdiri
· Auditory Association (membuat assosiasi antara ide-ide atau formasi)
Misalnya: ketidakmampuan untuk membuat asosiasi antara ide-ide atau informasi yang disajikan secara verbal.
· Auditory memory
Misalnya: tidak mampu untuk mengingat informasi yang diajarkan secara verbal. Contohnya: mengingat huruf-huruf, nama hari, bulan, dsb.
v Penyebab Learning disability
· Neurological damage
Kerusakan pada otak (brain injury) dapat terjadi:
Pada saat sebelum bayi dilahirkan (pre natal). Seperti: maternal infection, Rh darah.
Pada saat kelahiran. Seperti posisi bayi yang lahir sungsang.
Setelah kelahiran (past natal). Seperti: demam tinggi dan jatuh dari tempat tidur.
· Faktor keturunan
· Faktor lingkungan, seperti: kurang gizi, infeksi pada saat kehamilan, kekurangan stimulus.
Pembahasan aspek-aspek perkembangan berikut ini bisa jadi tidak berlaku universal bagi semua anak berkesulitan belajar. Aspek-aspek tersebut yaitu :
1. Aspek Kognitif
Anak berkesulitan belajar lebih banyak berkaitan dengan wilayah akademik dan bukan disebabkan oleh tingkat kecerdasan yang rendah. Kasus kesulitan membaca (dyslexia) yang sering ditemukan di sekolah merupakan conttoh klasik dari kekurangan keberfungsian aspek kognitif anak berkesulitan belajar. Tidak jarang anak yang mengalami kesulitan membaca menunjukkan kemampuan berhitung atau matematik yang tinggi. Kasus semacam itu membuktikan bahwa anak berkesulitan belajar memiliki kemampuan kognitif yang normal, akan tetapi kemampuan tersebut tidak berfungsi secara optimal sehingga terjadi keterbalakangan akademik (academic retardation) yakni terjadinya kesenjangan antara apa yang mestinya dilakukan anak dengan apa yang dicapainya secara nyata.
2. Aspek Bahasa
Masalah bahasa anak berkesulitan belajar menyangkut bahasa reseptif maupun ekspresif. Bahasa reseptif adalah kecakapan menerima dan memahami bahasa. Bahasa ekspresif adalah kemampuan mengekspresikan diri secara verbal. Di dalam proses belajar kemampuan berbahasa merupakan alat untuk memahami dan menyatakan pikiran. Oleh karena itu pula aspek kemampuan bahasa seringkali tidak dipisahkan dari aspek kognitif karena proses berbahasa pada hakikatnya adalah proses kognitif. Tampak jelas bahwa masalah kemampuan berbahasa anak akan berpengaruh signifikan terhadap kegagalan belajar.
3. Aspek Motorik
Masalah motorik merupakan masalah yang umumnya dikaitkan dengan kesulitan belajar. Masalah motorik anak berkesulitan belajar biasanya menyangkut keterampilan motorik-perceptual yang diperlukan untuk mengembangkan keterampilan meniru rancangan atau pola. Kemampuan ini sangat diperlukan untuk menggambar, menulis, atau menggunakan gunting. Keterampilan tersebut sangat memerlukan koordinasi yang baik antara tangan dan mata yang dalam banyak hal koordinasi tersebut tidak dimiliki anak berkesulitan belajar.
4. Aspek Sosial dan Emosi
Dua karakteristik yang sering diangkat sebagai karakteristik sosial-emosional anak berkesulitan belajar ialah: kelabilan emosional dan ke-impulsif-an. Kelabilan emosional ditujukkan oleh sering berubahnya suasana hati dan temperamen. Ke-impulsif-an merujuk kepada lemahnya pengendalian terhadap dorongan-dorongan berbuat.
Karakteristik anak berkesulitan belajar tidak akan berlaku universal bagi seluruh anak tersebut karena setiap kesulitan belajar yang spesifik memiliki gejala dan karakteristik tersendiri. Gejala dan karakteristik dapat digunakan baik dalam rangka identifikasi anak berkesulitan belajar maupun dalam upaya merancang layanan pendidikan, layanan psikologis, remediasinya.
D. Identifikasi Anak Berkesulitan Belajar
Keragaman definisi kesulitan belajar membawa keragaman pula dalam orientasi filosofis tentang identifikasi dan pengajaran bagi anak berkesulitan belajar. Jika kita yakin bahwa karakteristik utama kesulitan belajar itu ialah hiperaktif dan masalah perseptual motorik maka prosedur identifikasi akan diarahkan ke sana. Jika kita yakin bahwa masalah bahasa itu merupakan sentral utama maka identifikasi kesulitan belajar akan difokuskan pada pengukuran keterampilan berbahasa. Dengan demikian identifikasi anak berkesulitan belajar akan sangat bergantung kepada definisi, orientasi, dan prosedur evaluasi yang digunakan. Akibatnya banyak prosedur identifikasi dan metode pengajaran yang digunakan untuk anak berkesulitan belajar.
Kendati pun demikian prinsip-prinsip dasar evaluasi bagi seluruh anak berkesulitan belajar perlu diketahui dan dipahami. Prinsip-prinsip dasar tersebut ialah :
1. Tes atau teknik evaluasi lain harus diberikan dalam bahasa anak, dapat dipahami oleh anak.
2. Evaluasi harus dilakukan oleh tim dari berbagai disiplin, setidak-tidaknya terdiri atas seorang guru atau ahli lain yang mengetahui masalah kesulitan belajar.
3. Kriteria penetapan kesulitan belajar hendaknya mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. Seorang anak dikatakan mengalami kesulitan belajar jika anak tidak mampu mencapai prestasi sesuai dengan usia dan tingkat kecakapan dalam satu atau lebih bidang :
· Ekspresi lisan
· Mendengarkan pemahaman
· Ekspresi tulisan
· Keterampilan membaca dasar
· Membaca pemahaman
· Perhitungan matematis
· Berpikir matematis.
b. Seorang anak tidak diidentifikasi sebagai mengalami kesulitan belajar jika kesenjangan antara kecakapan dan prestasi disebabkan oleh :
· Hambatan visual, pendengaran, atau motorik.
· Keterbelakangan mental.
· Gangguan emosional.
· Ketidak beruntungan lingkungan, budaya, atau ekonomi.
4. Pelaporan hasil identifikasi hendaknya menyatakan :
a. kesulitan belajar khusus apa yang dialami anak.
b. Dasar yang digunakan untuk menentukan jenis kesulitan.
c. Perilaku-perilaku yang relevan yang tercatat selama dilakukan pengamatan.
d. Hubungan antara perilaku tersebut dengan keberfungsian akademik anak.
e. Temuan-temuan medis yang relevan dengan pendidikan.
f. kesenjangan antara prestasi dan kecakapan yang tak dapat diatasi tanpa pendidikan dan layanan khusus.
g. Pertimbangan tentang pengaruh ketakberuntungan lingkungan, budaya, dan ekonomi.
E. Sebab-sebab Kesulitan Belajar
1. Ketidakberfungsian Minimal otak (minimal brain dysfungsion)
Ketidakberfungsian minimal otak digunakan untuk merujuk suatu kondisi gangguan syaraf minimal pada anak. Ketidakberfungsian ini bisa termanifestasi dalam berbagai kombinasi kesulitan seperti: persepsi, konseptualisasi, bahasa, memori, pengendalian perhatian, impulse (dorongan), atau fungsi motorik.
Sekalipun simptom seperti itu bisa mulai tampak pada usia taman kanak-kanak, tetapi untuk anak tertentu mungkin belum tampak pada saat anak memasuki sekolah dasar. Anak-anak yang mengalami ketidakberfungsian otak minimal mungkin menampakkan berbagai simptom. Mereka mungkin menghadapi kesulitan untuk mengikuti kegiatan kelas seperti membaca, mengeja, dan berhitung: kesulitan dalam memahami konsep konkrit maupun abstrak; performanya cenderung kacau atau tak beraturan-tinggi dalam bidang tertentu dan rendah dalam bidang lainnya. Mereka sering menunjukkan gejala kurang memusatkan perhatian, ketidakstabilan emosi, frustasi, dan sikap permusuhan.
Beberapa simptom spesifik dari ketidakberfungsian otak minimal ialah:
a. Kelemahan dalam persepsi dan pembentukan konsep
· Kelemahan dalam membedakan ukuran.
· Kelemahan dalam membedakan kiri-kanan dan atas-bawah.
· Kelemahan tilikan ruang.
· Kelemahan orientasi waktu.
· Kelemahan dalam memperkirakan jarak.
· Kelemahan membedakan bagian-keseluruhan.
· Kelemahan memahami keutuhan.
b. Gangguan bicara dan komunikasi
· Kelemahan membedakan stimulus auditif.
· Perkembangan bahasa yang lamban.
· Seringkali kehilangan pendengaran.
· Seringkali berbicara tak teratur.
c. Gangguan fungsi motorik
· Seringkali gemetar atau menunjukkan kekakuan gerak.
· Hiperaktivitas.
· Hipoaktivitas.
d. Kemunduran prestasi dan penyesuaian akademik
· Ketidakcakapan membaca
· Ketidakcakapan berhitung.
· Ketidakcakapan mengeja.
· Ketidakcakapan menulis dan menggambar.
· Kelambanan menyelesaikan pekerjaan.
· Kebimbangan memahami instruksi.
e. Karakteristik emosional
· Impulsif
· Eksplosif
· Kelemahan kendali emosi dan dorongan.
· Toleransi rendah terhadap frustasi.
f. Gangguan proses berpikir
· Ketikcakapan berpikir abstrak.
· Umumnya berpikir konkret.
· Kesulitan membentuk konsep.
· Seringkali berpikirnya tak terorganisasi.
· Keterbatasan rentang memori.
· Seringkali berpikir autistik.
2. Aphasia
Aphasia merujuk kepada suatu kondisi dimana anak gagal menguasai ucapan-ucapan bahasa yang bermakna pada usia sekitar 3;0 tahunan. Ketidakcakapan bicara ini tidak dapat dijelaskan karena faktor ketulian, keterbelakangan mental, gangguan organ bicara, atau faktor lingkungan.
Aphasia tampak dalam berbagai bentuk dengan simptom yang cukup kompleks. Secara garis besar simptom aphasia dapat digolongkan ke dalam tiga karakteristik utama berikut ini.
a. Receptive aphasia
· Tidak dapat mengidentifikasi apa yang didengar.
· Tidak dapat melacak arah.
· Kemiskinan kosakata.
· Tidak dapat memahami apa yang terjadi dalam gambar.
· Tidak dapat memahami apa yang dia baca.
b. Expressive aphasia
· Jarang bicara di kelas.
· Kesulitan dalam melakukan peniruan.
· Banyak pembicaraan yang tidak sejalan dengan ide.
· Jarang menampilkan gesture (gerak tangan).
· Ketidakcakapan menggambar dan menulis.
c. Inner aphasia
· Tidak mampu melakukan asosiasi; oleh karena itu sulit berpikir abstrak.
· Memberikan respon yang tak layak atas panggilan/sahutan.
· Lamban merespon.
3. Dyslexia
Disleksia (dyslexia) atau ketidakcakapan membaca, adalah jenis lain gangguan belajar. Semula istilah disleksia ini digunakan di dalam dunia medis, tetapi saat ini digunakan pada dunia pendidikan dalam mengidentifikasi anak-anak berkecerdasan normal yang mengalami kesulitan berkompetisi dengan temannya di sekolah. Simptom umum yang sering ditampilkan anak disleksia ialah:
· Kelemahan orientasi kanan-kiri.
· Kecenderungan membaca kata bergerak mundur; seperti “dia” dibaca “aid”. Kacau terhadap kata-kata yang hanya sedikit berbeda susunannya misalnya: bau, buah, batu, buta.
· Kelemahan ketrampilan jari.
· Kesulitan dalam berhitung, kesalahan berhitung.
· Kelemahan memori.
· Kesulitan auditif. Membaca lamban, turun naik intonasinya, dan membaca kata demi kata,
· Kelemahan memori-visual, tidak mampu memvisualkan kembali objek, kata, atau huruf. Sering membalik huruf dan kata-kata. Pengubahan huruf pada kata. Sering menebak dan mengulang kata-kata dan frase.
· Dalam membaca kertas tidak mampu menkonversikan simbol visual kedalam simbol auditif yang sejalan dengan bunyi kata secara benar. Kata yang diucapkan tidak sesuai dengan apa yang dilihatnya.
4. Kelemahan perseptual atau perseptual-motorik
Kelemahan perceptual dan perceptual-motorik sebenarnya merujuk kepada masalah yang sama. Sebenarnya persepsi dapat diidentifikasi tanpa mengaitkan dengan aspek motorik. Persepsi itu sendiri berfungsi membedakan stimulus sensori, yang pada gilirannya harus diorganisasikan ke dalam pola-pola yang bermakna. Seorang anak membedakan dan menafsirkan objek sebagai suatu kesatuan. Akan tetapi jika kelemahan perseptual-motorik itu terjadi, integrasi antara persepsi dan gerak motorik akan terganggu. Kondisi ini menjadikan anak tidak dapat melakukan pengamatan secara tepat dan tidak mempu menterjemahkan pengamatan itu ke dalam alur gerak motorik, dan bahkan anak tidak dapat mendengar dan melihat secara normal. Biasanya anak yang mengalami gangguan perseptual motorik ini mengalami kesulitan dalam memahami dan menyatakan ide.
Simptom umum yang sering ditunjukkan oleh anak yang mengalami kelemahan perseptual atau perseptual-motorik ialah:
· Kemiskinan koordinasi visual-motorik.
· Gangguan keseimbangan badan pada waktu berjalan maju, mundur, dan menyamping.
· Kurang terampil dalam melompat.
· Kesulitan mengamati diri dalam konteks ruang dan waktu.
· Kesulitan melakukan gerak ritme normal; saat menulis cenderung mengurangi atau menambah ukuran, bentuk, warna, ketebalan.
· Kesulitan dalam mengikuti konsistensi objek, d menjadi b.
v DISGRAFIA
Disgrafia mengacu kepada anak yang mengalami hambatan dalam menulis meskipun ia tidak mengalami gangguan dalam motoriknya, visualnya, dan intelegensinya normal, bahkan ada yang di atas rata-rata. Hambatan ini juga bukan diakibatkan oleh masalah-masalah ekonomi dan sosial.
Karakteristik:
Lambat ketika menulis.
Kesulitan menggunakan spasi antar huruf atau antar kata.
Tulisan tidak terbaca oleh orang lain dan dirinya sendiri.
Tulisan terlalu tipis atau terlalu menekan.
Sering menulis suatu angka atau huruf mirip dengan yang lain. Misalnya: 3 dengan 5, k dengan h, t dengan r.
v DISKALKULIA
Kesulitan belajar matematikan disebut juga diskalkulia (dyscalculia) (Lerner, 1988:430). Istilah diskalkulia memiliki konotasi medis yang memandang adanya keterkaitan dengan gangguan system saraf pusat.
Karakteristik menurut Lerner (1981:357), yaitu:
Gangguan hubungan keruangan.
Kesulitan dalam memahami konsep atas-bawah, puncak-dasar, jauh-dekat, tinggi-rendah, depan-belakang, dan awal-akhir. Sehingga anak tidak mampu merasakan jarak antara angka-angka pada garis bilangan atau penggaris, dan mungkin anak juga tidak tahu bahwa angka 3 lebih dekat ke angka 4 dari pada ke angka 6.
Abnormalitas persepsi visual.
Anak mengalami kesulitan untuk melihat berbagai objek dalam hubungannya dengan kelompok atau set. Misalnya kesulitan menjumlahkan dua kelompok benda yang masing-masing terdiri dari lima dan empat anggota. Anak semacam itu mungkin akan menghitung satu per satu anggota tiap kelompok lebih dahulu sebelum menjumlahkannya. Mereka juga sering kesulitan membedakan bentuk-bentuk geometri.
Asosiasi visual-motor
Anak sering tidak dapat menghitung benda-benda secara berurutan sambil menyebutkan bilangannya.
Perseverasi
Ada anak yang perhatiannya melekat pada suatu objek saja dalam jangka waktu yang relative lama. Kesulitan mengenal dan memahami symbol.
Gangguan penghayatan tubuh
Anak kesulitan memahami hubungan bagian-bagian tubuhnya sendiri. Skor performance IQ jauh lebih rendah dibandingkan dengan skor verbal. Kekeliruan dalam proses perhitungan.
Kekurangan Pemahaman Tentang Simbol
Anak-anak belum memahami simbol-simbol dasar perhitungan seperti simbol jumlah (+), kurang (-), dan sama dengan (=).
Nilai Tempat
Ketidak pahaman terhadap nilai tempat banyak diperlihatkan oleh anak. Anak yang mengalami kekeliruan semacam itu dapat juga karena lupa cara menghitung persoalan pengurangan atau penjumlahan bersusun ke bawah, sehingga kepada anak tidak cukup hanya diajak memahami nilai tempat tetapi juga diberi latihan yang cukup.
Penggunaan Proses yang Keliru
Mempertukarkan simbol-simbol. Anak belum memahami simbol X (perkalian). Anak menganggap simbol pengurangan “–“ sebagai penjumlahan, Jumlah satuan dan puluhan ditulis tanpa memperhatikan nilai tempat. Semua digit ditambahkan bersama algoritma yang keliru dan tidak memperhatikan nilai tempat. Digit ditambahkan dari kiri ke kanan dan tidak memperhatikan nilai tempat. Dalam menjumlahkan puluhan digabungkan dengan satuan. Bilangan yang besar dikurangi bilangan yang kecil tanpa memperhatikan nilai tempat. Bilangan yang telah dipinjam nilainya tetap.
Jawaban Serampangan
Ada anak yang belum mengenal perkalian dengan baik tetapi menghapal perkalian tersebut. Hal ini dapat menimbulkan kekeliruan jika hapalannya salah, sehingga jawabannya serampangan.
F. Masalah dan Dampak dari Anak Berkesulitan Belajar
Telah diungkapkan di atas bahwa perilaku bermasalah yang muncul sebagai akibat dari kesuliltan belajar sangat bervariasi sesuai dengan spesifikasi kesulitan itu. Namun demikian, secara umum perilaku bermasalah yang muncul dari kesulitan belajar terutama akan terkait dengan masalah penyesuaian diri maupun akademik anak, hubungan sosial, dan stabilitas emosi. Bagi anak sendiri kondisi seperti ini dapat menimbulkan frustasi atau cemas yang berlebihan karena dia selalu mengalami kegagalan dalam memenuhi tuntutan dan tugas belajar. Dengan kata lain dalam banyak hal anak tidak mampu menguasai tugas-tugas perkembangan yang harus dicapainya.
Bagi keluarga, kondisi anak seperti itu dapat menimbulkan kekhawatiran orang tua, apalagi jika orang tua tidak memahami masalah yang dialami anaknya. Kekecewaan, perasaan, dan pikiran aneh bisa muncul pada orang tua dan tak mustahil menimbulkan frustasi orang tua atau keluarga.
Bagi penyelenggara pendidikan, perilaku bermasalah karena kesulitan belajar menimbulkan dampak terhadap perlunya penempatan dan pelayanan khusus. Kendati pun demikian penempatan dan pelayanan khususini tidak berati perlu penyelenggaraan kelas khusus akan membawa dampak kurang baik karena anak tidak bisa berkomunikasi atau berinteraksi dengan teman sebayanya yang normal. Penempatan dan layanan khusus tersebut akan lebih baik jika diwujudkan dalam layanan semacam recource room, dimana anak memperoleh layanan tanpa harus dipisahkan dari kelompoknya. Dalam layanan semacam ini, perlu tersedia guru khusus yang dapat memberikan layanan semacam ini, perlu tersedia guru khusus yang dapat memberikan layanan dan konsultasi bagi guru kelas dimana anak berkesulitan belajar ada. Melalui kegiatan bersama antara guru kelas dan guru khusus tadi, rancangan layanan pendidikan dan psikologis dikembangkan.
Mengingat harapan tersebut di Indonesia masih sulit diwujudkan, maka hal yang paling mungkin ialah membekali para guru dan calon guru sekolah dasar dengan pengetahuan/ketrampilan memahami dan membantu anak berkesulitan belajar.
v Treatment
Secara medis, dengan memberikan obat-obatan, misalnya: obat penenang. Biasanya diberikan kepada anak-anak yang mengalami kesulitan belajar dengan karakteristik tingkah laku yang hiperaktif.
v Treatment tingkah laku
Pada lembaga-lembaga khusus (institusi) banyak digunakan alat-alat ataupun teknik-teknik instruksional untuk menangani anak-anak yang mengalami kesulitan belajar. Treatment tingkah laku ini pada umumnya dikembangkan berdasarkan konsep-konsep pendekatan Behaviouristik. Misalnya: B.F. Skinner, yang menitik beratkan terapinya pada pemberian reward dan punishment. Contohnya: pemberian latihan-latihan yang disertai oleh reward dan punishment.
v Perceptual motor training
Biasanya digunakan untuk anak-anak yang mengalami kesulitan belajar dengan karakteristik gangguan-gangguan pada proses psikologik yang lebih tinggi, seperti menulis dan membaca. Kemampuan menulis dan membaca dapat berkembang dengan baik bila kemampuan persepsi dan system motorik juga berkembang baik. Latihan-latihan yang diberikan melibatkan aktivitas tubuh dan gerakan yang mendukung perkembangan kemampuan persepsi dan system motorik atau gerakan. Misalnya: berdiri diatas satu kaki, berjalan diatas sebilah papan yang kecil.
Selasa, 15 Juni 2010
Langganan:
Postingan (Atom)