Aku adalah seorang anak perempuan yang masing tinggal dengan orang tuanya dan masih tergantung atau tepatnya masih dibiayai oleh orang tua. Aku seorang yang dibesarkan dari keluarga yang utuh. Aku mempunyai 3 orang saudara yang semuanya perempuan. Jadi aku 4 bersaudara dan aku anak ke 4 alias anak terakhir. Kakak pertama dan kedua ku sudah berkeluarga. Kakak pertamaku seorang guru SMK dan sekarang sedang melanjutkan S2nya, kakak keduaku kerja di dinas kesehatan di luar kota medan, dan kakak ke tigaku masih kuliah di teknik industri USU semester akhir. Aku adalah anak yang di kenal cukup keras kepala dan kurang bisa di atur, aku melakukan apa yang aku anggap benar. Cukup egois untuk diri sendiri, tapi dengan memaksakan diri sendiri, aku merasa trus belajar menjadi lebih baik. Aku dulunya senang mengkritik, namun sejalannya waktu aku belajar bahwa aku sendiri tidak sempurna dan mempunyai banyak kesalahan, dan gak semua hal dapat kita lakukan dengan baik. Dengan itu aku menjadi lebih hati-hati untuk berbicara pada orang lain, takutnya membuat orang tersinggung.
Aku paling senang membaca buku, hal itu bermula dari smp, waktu dulu aku pernah mengalami pelecehan, karena hal itu aku menjadi pemurung alias tidak banyak bicara, sekitar 3 bulanan, aku mencoba menenangkan diri dengan tenggelam dalam buku-buku yang bersifat umum, tanpa ada yg menyangkut tentang sekolah, lalu aku membaca novel tentang psikologi, bahwa apapun yang terjadi pada diri kita, seburuk apapun itu, kita harus bangkit dan tetap menjalani kehidupan kita, karena hal itu jugalah aku memilih untuk menjadi seorang psikolog.
Yang aku rasakan selama hidupku sampai saat ini, banyak. Mungkin semua rasa hampir pernah ku rasakan, rasa sakit, tertekan, kecewa, malu, senang, sedih, dan lain2. Aku lahir di banda aceh dan tinggal di sana hingga kls 5, waktu di sana aku mendapatkan apapun yang aku mau, hidup dengan banyak rejeki terkadang membuat orang manja. Ya dulu aku seorang anak yang manja dan mendapatkan apapun yang aku mau, namun ketika konflik terjadi kami pindah ke medan, dan itu atas permintaan keluarga besar di medan. Sesampai kami di medan hidup kami berubah 180 derajat, namun aku sama sekali tidak merasa hal itu menyakitkan, namun aku lebih merasa takut dengan pelajaran di medan ini, yang begitu cepat hingga aku kesulitan menghadapinya. Aku cuma merasa kecewa kenapa harus tinggal di tempat seperti ini, kenapa tidak mencari tempat yang mungkin hampir sama nyamannya dengan di sana. Di sini keras, orang ngomong kasar-kasar dan kotor-kotor, awalnya aku cukup terkejut mendengar hal itu, saudaraku pernah berkata “ini medan bung”, wah kata-kata itu cukup membuatku terkejut. Belum lagi orang medan yang mempunyai kebiasaan kotor, membuang sampah sembarangan, sejak kecil aku tinggal di komplek dan sekolah yang bisa di bilang sampah di paret saja tidak ada, bahkan kami anak-anak sering bermain di dalam paret tersebut untuk mencari ikan, karena hal tersebut jugalah, aku yang dulunya senang bermain dan bersosialisasi serta mengenal banyak orang, lebih memilih tinggal di dalam rumah dengan menonton TV. Sejalannya waktu aku pernah merasa diriku ini membawa sial, pernah aku menolong orang tapi sayang orang itu meninggal, dia temanku yang ingin lepas dari narkoba, tapi ternyata ia tidak sanggup hingga overdosis. Dahulu ayahku kerja di luar kota dan mama ikut dengan ayah, jadi aku hanya tinggal dengan kakakku ber 4, kami punya dunia kami sendiri yaitu kamar kami masing-masing, rmh om dan nenek masih dalam 1 gang dengan rumah kami, jadi aku cukup dekat dengan mendiang tanteku, ia menjadi ibu bagi kami, namun sayang mendiang tante meninggal saat mau melahirkan dengan membawa calon anaknya, dan aku pun merasa kalau aku penyebabnya, ntah kenapa aku berpikir seperti itu, aku merasa setiap orang yang sangat aku sayangi, pasti pergi dari hidupku. Hingga kata-kata itu tercetus dari mulutku di hadapan mama lalu mama memelukku dan berkata “aku bukan bawa sial”, itu udah takdir, relakan mereka, dan doakan mereka. Mungkin karena aku kehilangan orang yang sayang padaku, aku jadi lebih sering di rumah sahabatku saat itu, ortu jarang di rumah, hingga aku jadi lebih sering buat masalah dengan cabut sekolah, saat itu smp, melanggar beberapa aturan sekolah, hingga berantam dengan kawan laki-lakiku, dan akhirnya aku masuk BK, dan ortu di panggil yang datang hanya kakakku dan mendiang tante, saat itu tante belum meninggal. Sorenya tante sambil masak menceramahi ku, dan aku masih ingat kata-katanya, kalau buat masalah pasti yang bantu keluarga bukan teman kan, keluarga lebih penting dari pada teman, saat itu yg terpikir oleh ku Cuma “tapi keluarga enggak bisa ada saat aku butuhkan mereka untuk tempat aku cerita”, dan mendiang tante buatku seperti seorang teman yang bisa di ajak cerita. Sewaktu itu mamanya sahabatku juga mengajakku bercanda dan bercerita, dia tidak memarahiku malah menenangkanku hingga akhirnya tempat pelarianku alias rumah ke2ku ya di rumah sahabatku itu, hingga sekarang.
Aku sangat malas bertemu dengan keluarga besar mama yang tidak tahu terima kasih, pintar tapi sombong. Mungkin mereka orang-orang kaya dan pintar, tapi mereka kurang belajar untuk menghargai orang yang lebih rendah ekonominya dari mereka. Aku menggambil keuntungan dari itu, setidaknya setiap mereka datang dan mengajak aku dan kakakku ke gramed, aku akan mengambil buku yang aku kejar-kejar. Atau membelikan uang yang mereka kasih, dengan buku yang nantinya aku berikan pada keluarga kami yang kurang mampu. Aku juga dapat berespon dengan cepat kalau ada orang yang tidak menjaga lingkungan dan merusaknya. Agak over protektiv sih, tapi aku takut lingkungan marah karena kita gak menjaganya dengan baik. Hidup ini kan ibaratkan siklus daur ulang, apa yg kita lakukan akan kembali pada kita. Dengan melakukan kebiasaan baik, pasti akan berdampak baik bagi kita sendiri. Mungkin hal ini terjadi karena faktor kebiasaan dari kecil yang dulunya tinggal di komplek dan mama juga orangnya enggak bisa lihat yang kotor-kotor atau berantakan.
Pernah aku mencoba lari dari kenyataan, saat itu aku merasa apa yg aku lakukan di rumah enggak ada yang benar, di mata kakak-kakakku, hingga akhirnya aku tertekan ingin bunuh diri, lalu aku berpikir bodoh sekali aku kalau melakukan itu, lalu aku ingin coba lari dari rumah, aku lalu berpikir lagi dengan apa nanti aku hidup, aku saat itu masih smp dan blm menghasilkan, lalu aku berpikir aku akan keluar dari rumah ini setelah menyelesaikan pendidikan smu. Dari sd aku memang sering tertekan oleh kakak-kakakku, aku terbilang tidak sepintar mereka, tidak seberuntung mereka dengan mudah belajar, aku saja baru bisa membaca saat kelas 3 sd, membaca alquran saat kls 5 sd. Sedangkan mereka dengan mudah dan cepatnya memahami sesuatu. Aku sangat merasa minder saat itu, tapi syukurnya mama dan ayah tidak pernah membanding-membandingkan kami, atau mengkritik nilai rapot, ulangan, mereka hanya bilang, yang penting udah usaha. Aku sering lari ke atas genteng dan duduk-duduk di atasnya, ke pinggir sawah, main di kebun dll, dari dulu aku memang tidak pernah betah tinggal di rumah, lebih suka di luar, hal itu terjadi karena konflik dengan kakak-kakakku, aku sering berantam dengan mereka, dan kalau kami sudah bertengkar itu hingga tendangan, pukulan, tinjuan, yang dari kecil hingga sma aku merasakan itu. Tapi sayangnya ayah tidak pernah mengetahui itu hingga sekarang, mama tahu tapi mama takut kalau ayah tahu, karena kalau ayah mengetahuinya kami semua bakalan kena hukuman. Ayah sering mengambil kebijakan dengan menghukum kami semua, siapapun yang salah misalnya uang jajan di potong, tidak boleh nonton tv, tidak boleh keluar rmh, hanya sekolah saja dll. Aku banyak belajar soal itu, aku bersikap lebih tenang dan menggunakan kata-kata yang tegas, aku belajar dengan lebih sabar, dan aku mengikhlaskan yang telah berlalu, karena mereka sudah tidak pernah seperti itu lagi. Mungkin lebih tepatnya aku yg mengubah kejelekan itu. Aku sering bertengkar dengan kakak ke3ku dulu, dia sering menendangku, memfitnahku, dan merendahkan aku, suatu waktu aku berpikir sampai kapan aku akan terus di perlakukan seperti itu saat itu aku sma, dan kami 1 sekolah namun di sekolah kami seperti tidak kenal. Aku mengikuti pengajian dan banyak kegiatan mis les b.ing, les di sekolah, bimbingan, buat ketrampilan, ke rumah kawan, main-main ke mall atau apa saja yang penting waktuku sengaja ku habiskan di luar rumah, jadi aku sengaja selalu pulang magrib sampai rumah. Untungnya sekolahku buat banyak kegiatan positif yang membuatku banyak belajar, hingga saat aku bertengkar dengan kakak ke3ku, aku hanya duduk dan ngomong pelan padanya, apa yang dia ucapkan yang menyakitkan aku, aku kembalikan padanya tentang dirinya, dan saat dia mau memukulku aku mengatakan padanya jangan pernah sentuh aku lagi, orang pintar enggak gunain kekerasan buat nyelesaikan masalah. Aku ngomong dengan santai dan tanpa nada yang keras. Begitu saja terucap. Saat itu yg terpikir olehku hanya rasa capek buat nutupi semua itu, tapi aku kembali belajar, semua ada waktunya, kalau kita benar sabarlah dan tenang, karena semua pasti akan baik-baik saja.
Yang aku cari dalam hidupku saat ini lebih ke pengalaman, membangun skillku hingga tiba saatnya kesempatan yang aku bangun untuk diriku akan terbuka, walaupun aku belum tahu pasti itu apa. Tapi aq ingin menjadi psikolog, konselor, pengusaha dengan membuka butik yang semuanya hasil rancanganku sendiri karena saat ini saja sudah 2 baju hasil rancanganku, pengajar karena menurutku ilmu itu ibaratkan air bila air tersebut di biarkan akan menjadi kotor dan tidak berguna, namun bila di salurkan atau di alirkan, maka akan lebih berguna. Saat ini saja aku mengajar les buat anak-anak sd dekat rumah, dan aku gak mau mereka bayar, karena aku Cuma mau mereka dapat belajar etika dan membangun mental yang kuat, agar tidak seperti anak-anak lainnya yang di sekitar sini.
Yang harus aku lakukan jika tidak ada orang yang mencintaiku, mencoba mencintai orang lain lebih banyak dari biasanya. Aku mungkin pernah merasakan hal itu, tapi yang paling penting itu sekarang bukan bagaimana orang mencintai kita, tapi bagaimana kita dapat memberi banyak pada orang lain. Mungkin banyak orang yang beranggapan bahwa sia-sia memberikan perhatian pada orang lain, tapi buatku enggak ada yang sia-sia kalau kita jalaninya ikhlas. Artinya aku jadi egois dengan diriku sendiri karena kalau aku enggak mau melakukan sesuatu, maka aku enggak akan melakukannya. Banyak juga orang yang takut untuk tidak ada yg mencintainya, padahal hal tersebut wajar-wajar saja. Hidup itu kan hitam putih, ada yang mencintai dan pasti ada yang tidak mencintainya alias membenci, ya bagaimana kita memandangnya aja, serta dari sudut apa kita melihatnya.
Yang aku banggakan agamaku, orang tuaku, mama yang sangat sabar dan kuat menghadapin semua yang udah terjadi, ayah dengan cara apapun ia mengusahakan kami agar kami tetap sekolah hingga sekarang, kakak-kakakku yang udah buat aku menjadi orang yang keras serta kuat dan keluarga besar ku. Aku juga bangga punya sahabat-sahabatku, yang dapat selalu ada, pengertian, perhatian serta kejujuran.
Yang aku sayangi keluarga besarku, yang saat ini kondisinya enggak pernah terbanyangkan oleh ku, aku telah mengubah banyak, dan itu membutuhkan waktu yang begitu lama, sahabat-sahabatku, dan seseorang yang selalu tahu apa yang ada di pikiranku, walaupun aku defens dia tetap bisa baca pikiranku alias dia tahu benar apa yang aku pikirkan, karena dia juga aku berubah banyak, makasih semua.
Yang aku senangi kehidupan yang penuh warna. Ketika aku berlama-lama melakukan hal yang sama tanpa adanya perubahan jadi kadang bosan, jadi suka melakukan sesuatu yang berbeda-beda, biar dapat kenyamanan dan ketenangan aja. Misal merubah posisi perabot di dalam kamar, ke tempat-tempat yang baru, mungkin dengan kawan-kawan baru, mencoba hal-hal baru pastinya. Kadang jadinya suka melakukan perubahan-perubahan kecil agar tahu mana yang lebih baik. Misalnya seperti sikap terhadap orang lain, setiap orang kan berbeda, karen alasan itu juga jadinya aku memperlakukan orang jadi berbeda-beda, dan harus pandai membaca situasi dan kondisi.
Aku selalu ceria, dan di kenal ramah dari dulu. Aku suka winnie the pooh dari kecil, tepatnya TK, hingga smu tapi sekarang udah berkurang, aku suka karena pooh selalu ceria, keceriaannya membawa suasanan menjadi menyenangkan, seperti membawa aura positif bagi orang lain, bisa buat orang tenang dan nyaman di dekatnya, pooh juga ketika bersedih tidak pernah di nampakkannya dengan teman-temannya, hingga dia cukup di sayang oleh teman-temannya. Pooh selalu memberikan tempat bagi teman-temannya untuk bercerita, percaya, serta waktu.
Kesenanganku hunting buku-buku bekas di tigan, baca buku, shooping, jalan-jalan sore, nulis, buat ketrampilan seperti aksesoris, merancang baju, menjahit, masak, dan ngerawat diri.
Kesedihanku enggak lulus SPMB, harus pindah ke medan, dan dalam berhubungan dengan laki-laki sering terjadi masalah. Masalahnya sendiri karena masalah jarak, waktu dan komunikasi. Aku paling tertekan kalau nilaiku enggak memuaskan. Tapi insyaallah belum pernah bermasalah kayak enggak ngomong sama mantan-mantan pacarku. Karena aku slalu bilang di awal pacaran, kalau kita nantinya enggak bisa bersama, aku mau kita kan pacaran baik-baik, jadi putuspun harus baik-baik. Aku enggak pernah takut untuk berhubungan dengan laki-laki, Cuma males aja kalau Cuma ngabisin waktu buat hal-hal sepele, dan kurang penting.
Warna yang aku sukai putih karena bersih, kuning melambangkan keceriaan sepeti winnie the pooh selalu ceria kemanapun ia pergi hingga kalau kita ceria orangpun akan ikut senang, hijau melambangkan keseimbangan.
Ketakutanku dulu pernah takut sama lipan, karen pernah di gigit lipan yang panjangnya setapak tangan, jadi beberapa tahun pernah enggak berani kalau lihat lipan walaupun ukuranya sangat kecil, tapi sejak kuliah, aku di ajarkan untuk berani menghadapi ketakutan-ketakutanku sendiri, jadinya sekarang udah enggak takut lagi. Apa lagi ayah membiasakan kami dari kecil untuk enggak takut terhadap apapun, misalnya waktu kecil dulu kan paling enggak bisa makan sayur, tapi kalau dah ayah makan di rumah, ayah naruk sayur-sayurnya ke piring kami, dan kami harus habiskan, walaupun kita sampai nangis-nangis ayah tetap Cuma lihat dan terlihat cuek, dengan matanya yang tajam bilang jangan nangis, makan. Dari situ segala macam makanan kami dapat masuk. Asalkan kami terlihat takut terhadap sesuatu, ayah pasti memberikan yang kami takuti itu, katanya enggak perlu takut, seperti kecoa, tikus, cacing, dll. Kami berani karena kami di tantang, dan di berikan terus. Bisa di bilang walaupun kami perempuan semua kami dapat melakukan apapun dan berani.
Kebahagiaan hidupku adalah keluargaku, aku sangat bersyukur kami semua sehat, komunikasi baik, dan smua saling mau mendengarkan.
Senin, 04 Oktober 2010
Langganan:
Postingan (Atom)